"Senyum kalian itu semangatku. Hal yang membuatku yakin aku telah melakukan hal yang benar. Hal yang membuat aku yakin lagu ini sudah cukup indah untukku. Tapi mungkin kalian tidak pernah sadar betapa berharganya senyum kalian itu. Senyum kalian bagiku itu layaknya air dan matahari bagi tumbuhan. Baju bagi manusia, perahu bagi nelayan, ombak bagi laut, pasir bagi pantai, mahkota bagi bunga. Tanpa senyum kalian, aku kehilangan setengah semangatku."
10.29.2011
...
10.27.2011
Air Mukamu
27th October 2011
07.20 a.m.
Chemistry Class - @Science Laboratorium
PM : Valent, sini kamu sini
G : Saya? Kenapa, Pak?
PM : Sini dulu
jalan ke meja guru lab. kimia
PM : Kamu lagi ada masalah ga sih?
G : *bingung setengah mati* Ha? Ga ada, Pak? Kenapa?
PM : Bener kamu ga ada masalah? Di sekolah? Di rumah?
G : Engga, beneran deh Pak. Biasa aja kok
PM : Kamu ke gereja ga sih?
G : Iyalah Pak, setiap minggu.
PM : Selain hari minggu?
G : Oh, iya sih Pak kadang kadang kalo lagi latihan sama temen gereja. Kenapa, Pak?
PM : Kamu bener ga ada masalah? Tiap hari bapak liatin kamu kayaknya bengong, diem, kayak lagi ada masalah berat gitu. Wajah kamu itu kayak lagi ada pikiran apaaa gitu. Tiba-tiba diem. Bener ga ada masalah?
G : *pengen nangis* Engga ada kok, Pak. Hehehe
*nyengir trus melengos lagi ke meja praktikum*
Segitu terlihat berbeban beratkah wajah saya tiap hari, Pak?
Yah kalaupun begitu, makasih ya Pak udah perhatian.
07.20 a.m.
Chemistry Class - @Science Laboratorium
PM : Valent, sini kamu sini
G : Saya? Kenapa, Pak?
PM : Sini dulu
jalan ke meja guru lab. kimia
PM : Kamu lagi ada masalah ga sih?
G : *bingung setengah mati* Ha? Ga ada, Pak? Kenapa?
PM : Bener kamu ga ada masalah? Di sekolah? Di rumah?
G : Engga, beneran deh Pak. Biasa aja kok
PM : Kamu ke gereja ga sih?
G : Iyalah Pak, setiap minggu.
PM : Selain hari minggu?
G : Oh, iya sih Pak kadang kadang kalo lagi latihan sama temen gereja. Kenapa, Pak?
PM : Kamu bener ga ada masalah? Tiap hari bapak liatin kamu kayaknya bengong, diem, kayak lagi ada masalah berat gitu. Wajah kamu itu kayak lagi ada pikiran apaaa gitu. Tiba-tiba diem. Bener ga ada masalah?
G : *pengen nangis* Engga ada kok, Pak. Hehehe
*nyengir trus melengos lagi ke meja praktikum*
Segitu terlihat berbeban beratkah wajah saya tiap hari, Pak?
Yah kalaupun begitu, makasih ya Pak udah perhatian.
10.22.2011
Boyfriend Tag ;)
1. What’s his name?
Lourenchyus Alfredo
2. How long have you been dating?
9 months 23 days
3. Can you tell him anything?
Yes
4. What’s his favorite color?
red black white
5. When is his birthday?
3rd of September
6. How old will he be turning?
20 on 2012
7. How much do you see each other?
once a week or maybe twice a week if we're lucky. LOL we are pretty bussy with our work :)
8. On a scale of 1-10, How much do you like him?
11 :*
9. Do you love him?
YES I DO!
10. What’s his full name, first/middle/last.
Lourenchyus Alfredo Bawotong
11. Have you ever been to the movies with him?
Yeah I have, but a couple hours before we're intacted :p
12. What movie did you see?
Gulliver's Travel
13. Name a memory you shared with him?
my 17th birthday, his 19th birthday, our first Valentine Day, sundays at church, etc
14. Have you met his parents?
Yes I have :)
15. Has he met your parents?
Yes He has
16. How many siblings does he have?
1, a sister
17. Have you kissed him in the rain?
errr, no
18. Can he make you in the best mood EVER?
Always :)
19. What’s his moms name?
Mrs. Marni :)
20. Is he funny?
Most of the time
21. Name his favorite quote?
I never know if he pays attention on quotes. But yes on bible words :)
22. What is his favorite thing to do?
playing soccer, watching videos on you tube, painting
23. Does he have any pets?
Yes, cats, A LOT
24. What does he want to name his kids, when he’s older?
I don't know
25. Someone hits you, What does he do?
he protects me, not caring about the one who hit me, he pays attention on me :)
26. Do you hold hands often?
when we're together, yes
27. Does he cuss?
no
28. Does he have a job?
he's a college student, but if you still asking about his job I can say he's a bassist
29. Do you hug him alot?
He hugs me
30. Does your family like him
Yes :)
Lourenchyus Alfredo
2. How long have you been dating?
9 months 23 days
3. Can you tell him anything?
Yes
4. What’s his favorite color?
red black white
5. When is his birthday?
3rd of September
6. How old will he be turning?
20 on 2012
7. How much do you see each other?
once a week or maybe twice a week if we're lucky. LOL we are pretty bussy with our work :)
8. On a scale of 1-10, How much do you like him?
11 :*
9. Do you love him?
YES I DO!
10. What’s his full name, first/middle/last.
Lourenchyus Alfredo Bawotong
11. Have you ever been to the movies with him?
Yeah I have, but a couple hours before we're intacted :p
12. What movie did you see?
Gulliver's Travel
13. Name a memory you shared with him?
my 17th birthday, his 19th birthday, our first Valentine Day, sundays at church, etc
14. Have you met his parents?
Yes I have :)
15. Has he met your parents?
Yes He has
16. How many siblings does he have?
1, a sister
17. Have you kissed him in the rain?
errr, no
18. Can he make you in the best mood EVER?
Always :)
19. What’s his moms name?
Mrs. Marni :)
20. Is he funny?
Most of the time
21. Name his favorite quote?
I never know if he pays attention on quotes. But yes on bible words :)
22. What is his favorite thing to do?
playing soccer, watching videos on you tube, painting
23. Does he have any pets?
Yes, cats, A LOT
24. What does he want to name his kids, when he’s older?
I don't know
25. Someone hits you, What does he do?
he protects me, not caring about the one who hit me, he pays attention on me :)
26. Do you hold hands often?
when we're together, yes
27. Does he cuss?
no
28. Does he have a job?
he's a college student, but if you still asking about his job I can say he's a bassist
29. Do you hug him alot?
He hugs me
30. Does your family like him
Yes :)
10.17.2011
A Poem From A Best Friend
Little Prayer to Cookie
I got this little cookie, creamy sweet, soft and chewy
A beautiful cookie sprinkled with chocolate and cherry
Smells so good, mouthwatering, damn tempting
A kind of cookie I'll keep carefully in a jar made of ruby
A beautiful cookie, in a form of a besties
A best friend which name begins with letter "V"
Gonna keep our friendship 'till the end of my history
I'll encourage you always, my sweet fruitful cookie
In our friendship, I feel like living in a house on a prairie
Wind blowing, humid grass, popping cherry tree
Every freshness, every happiness, anger and even feels of fury
Popping out like oranges in tree
Waving like palm trees before the sea
And there's still my greatest cookie, tempting on me
May my cookie always be crunchy and fruity
Be always strong and happy
Be always lovely and cherry
I'm going to make this clear. Who is cookie? What is V?
First, this very marvelous poem was made by my bestfriend Levi Dhaifani
I call her apple pie and she calls me cookie :)
One day I told her about my problem. Which is kinda hard for me to face
And then the next day, she kindly showed this very sweet poem that was obviouly made for me
And this poem supports me much. Thanks a lot apple pie :))
10.14.2011
Bekasi Jazz Festival 2011 (Sat 08102011)
The show was over all okay. Endah n Rhesa made the most outstanding performance that night. But what I regret was MYMP. It was kinda bit disappointing with their new vocalist. No offense, but they sound better with Nina Girado and Juris Fernandez. Too bad both of them decided to have an exit from this sweet band. In other topic, we took photo with LOGIC. And that damn cool bassist and saxophonist *kiss. Barry Likumahuwa Project closed the night in a very chill way. Oya, there were Ermy Kulit, Yovie Widianto Fusion and Ten2Five too. But I didn't exactly watch Ten2Five's performance. Because I was keeping my precious front row for MYMP at stage B. Yes, they have 2 stages which was located oppositely. And once done on stage A, the people will move to stage B for next performance. So we are very able to watch all shows.
"I am so proud that I once sang your song at FX for a small evening jazz event, Ermy Kulit" |
STUNNING STUNNING STUNNING! |
LOGIC's bassist. |
Juliet Bahala, MYMP's new vocalist. Since 2010 |
Chin Alcantara, MYMP's former and everlasting guitarist :) |
with LOGIC. and they were tall as fffffff... |
"...party people!! yeaaaaaah!.." |
10.13.2011
Faith - 2
“Kamu berdoa
saja, Veronica. Jika kakak tidak kembali, setidaknya ia menemukan apa yang ia
cari di luar sana,”
“Ia tidak akan menemukan apa-apa
yah. Yang kakak mau hanya persetujuan dari kita bahwa Tuhan tidak ada. Itu
saja,” aku menjawab sambil menikmati sarapanku. Sebenernya aku tidak berselera
sama sekali. Apalagi ayah juga tidak menyentuh sarapan yang aku siapkan untuknya.
“Aku hanya ingin kakak tahu, bahwa Tuhan tetap mengasihinya apapun yang terjadi
dan menimpa dirinya. Dia perlu menyadari itu,”
Ayah membisu. Ia bahkan tidak
menatapku.
***
Aku tidak senang dengan
ketidaksetujuan ayah. Jelas dia bisa berkata begitu. Dia kan tidak merasakan
apa yang aku rasakan. Dasar orang tua tidak tahu diri. Memangnya harus dia yang
selalu benar. Aku merogoh saku celanaku, mengambil telepon genggam hadiah dari
suamiku. Di layarnya terlihat fotoku dan dia. Aku meneteskan air mata di tengah
keramaian pinggir jalan Jakarta. Yah, aku sebenarnya tidak tahu mau menuju
kemana. Aku saja tidak tahu aku sekarang ada dimana.
“Aku harus kemana?” aku bertanya
kepada foto suamiku. Layar telepon genggamku basah oleh air mata. Aku menatap
jalan di hadapanku. Aku tahu harus kemana. Aku melangkahkan kakiku mantap.
Aku menuju rumah seorang teman.
Sosok yang aku kenal dengan nama Lauren. Ia seorang yang cukup religius. Tapi
aku datang kepadanya bukan untuk berdebat soal ada tidaknya Tuhan. Karena
untukku, dia tak ada. Titik.
Perjalananku cukup melelahkan menuju
rumah Lauren di daerah Jakarta Selatan. Sempat kesulitan, tapi akhirnya aku
sampai di depan rumah Lauren.
“Lauren!” dan dengan sekali teriak,
pintu rumah terbuka dan terlihat Lauren tersenyum menyambut kedatanganku. Rupanya dia sudah menunggu aku dari tadi.
“Hai, Theresia! Lama tidak berjumpa.
Masuk aja!”
Gerbangnya
tidak terkunci. Aku langsung masuk saja ke dalam rumahnya. Suasana rumah Lauren
nyaman sekali. Dan dia tinggal sendirian disini. Jadi akan tidak mengganggu
kalau aku menginap agak lama.
“Hmm, There, aku turut berduka ya
untuk suamimu. Pasti berat ya buatmu menerima semua ini. Tapi kamu tenang saja,
Tuhan akan memberikan kekuatan buat kamu untuk mulai lagi dari awal,” Lauren
berkata dengan lembut. Namun kalimat itu menamparku keras. Aku sudah benci
dengan dia yang disebut-sebut oleh mereka.
“Kamu bicara tentang siapa?”
“Maksudmu apa There?” Lauren
kebingungan. Jelas, dia belum tahu kebencian yang tumbuh di hatiku.
“Aku hanya benci. Benci bahwa disaat
aku seterpuruk ini aku tetap harus percaya bahwa Tuhan itu ada,” aku meraih
koperku, berjalan menuju kamar di lantai dua. Meninggalkan Lauren ternganga
kebingungan di ruang tamu.
Aku merenung di kamar. Kembali
menangis untuk kesekian kalinya. Sebenarnya mataku ini lelah. Apa respon Lauren
besok ya? Apakah dia akan ikut membenci aku seperti ayah, ibu dan Veronica?
Apakah akan terjadi perdebatan antara aku dan Lauren? Ah, sudahlah, lihat besok
pagi saja. Tubuhku kelewat letih karena perjalanan hari ini. Aku merebahkan
badanku dan mataku tertuju pada lukisan Tuhan yang sedang memeluk seorang anak
kecil yang menangis.
“Cih..” hanya itu yang keluar dari
mulutku. Aku langsung tidur, tidak memerdulikan lukisan itu.
Sudah seminggu lebih aku di rumah Lauren. Sejauh ini Lauren tidak
membicarakan tentang kata-kataku waktu itu. Tapi aku sadar, dia merasa ada yang
janggal. Karena sehari setelah kejadian itu, ia meletakkan sebuah Alkitab dan
buku renungan di kamarku. Ah, percuma Lauren, tak akan aku sentuh. Aku
meneguhkan pendirianku. Dan sebulan pun berlalu.
“There, aku sampai detik ini tidak mengerti kenapa kamu tiba-tiba
datang ke rumahku. Kenapa kamu tidak pernah mau menjelaskan?”
“Nanti kamu akan tau sendiri, Ren.”
“Aku ingin tau sekarang!” nadanya meninggi. “Aku tahu kamu tidak
menyentuh Alkitab dan renungan yang aku letakkan di kamarmu kan? Kenapa kamu?
Bukannya kamu itu anak Tuhan yang taat, There?”
“Kamu sudah mendengar pernyataanku saat aku baru sampai disini
kan? Itulah kesimpulan dari segala cerita panjang yang aku alami,” aku dengan
tenang menjawabnya
“Oh, jadi ini. Jelas sekarang. Kamu mau mencoba lari dari Tuhan.
Iya, There?!” nadanya kasar sekarang. Aku menghela napas.
“Mungkin. Aku lelah dengan semua ini Lauren. Kesakitan demi
kesakitan aku alami tanpa ada penghiburan dari siapa itu? Tuhan?”
“Tuhan akan bertindak Theresia. Kamu hanya perlu sabar menunggu,”
Lauren menghilang menuju kamarnya.
Hari-hari berlalu. Setiap bulan, Lauren dengan setia mengganti
buku renungan di kamarku. Meski tak pernah aku sentuh. Besok hari ulang
tahunku. Dengan keadaan seperti ini, hal sebahagia apapun akan jadi sampah
buatku. Aku tidak perduli dengan segala ucapan yang terlampau cepat di kotak
pesan telepon genggamku. Atau di halaman facebook dan twitterku.
“There, besok kamu ulang tahun kan? Kamu tidak mau pulang ke
rumah? Orang tuamu pasti khawatir,”
“Oh kamu sudah tidak senang dengan keberadaanku disini?”
“Sejak kapan kamu jadi begitu negatif, Re? Aku hanya bertanya
kan,”
“Iya, iya. Aku tidak mau pulang. Aku belum siap,” aku menjawab
sekenanya. Lauren diam sejenak.
“Hmm, kalau begitu, kamu mau hadiah apa? Kalau aku mampu akan aku
belikan untukmu,” nada bicaranya sudah ceria lagi. Ya, dia merubah perasaannya
dengan sangat cepat.
“Tidak perlu, aku tidak mau merepotkan,”
“There, There. Tunggu saja kejutanku besok ya,”
Keesokan paginya, seperti biasa aku bangun dan langsung mandi.
Keadaan rumah Lauren biasa saja. Tidak ada apa-apa. Baguslah, berarti kemarin
Lauren hanya bercanda. Namun ternyata dugaanku salah. Ada kotak hadiah di
kamarku. Kotak berwarna putih dengan pita warna perak. Dan bunga mawar putih di
atasnya. Hatiku disergap rasa penasaran. Langsung saja aku meraih kotak itu dan
membukanya.
“Hmm, mawarnya segar. Ini pasti baru dipetik. Pintar juga Lauren.
Dia tahu bunga kesukaanku,” aku bergumam. Setelah kubuka kotaknya, rasa heranku
muncul melihat sebuah tape recorder dengan sebuah kaset di dalamnya. Tanpa
piker panjang, aku langsung menyalakan tape recorder itu.
“Selamat
pagi Theresia sayang. Selamat ulang tahun untuk anak perempuan ayah dan ibu
yang cantik. Ibu senang kamu masih sehat dan senang. Lauren memberitahu kami
tentang keadaanmu. Theresia, Ibu sangat rindu padamu,nak. Rumah sangat sepi
tanpa kamu. Kalau kamu sudah cukup tenang, pulanglah ke rumah. Kami selalu
menanti kembalinya kamu. Kami sayang padamu.”
Oh, Ibu, gumamku. Lalu aku melanjutkan rekaman itu. Kali ini
Veronica.
“Selamat
ulang tahun kakakku tersayang. Aku harap kakak sehat-sehat saja disana. Aku
senang kakak tinggal bersama Kak Lauren. Aku senang mengetahui bahwa kakak aman
disana. Kak, semarah apapun ayah kepada kakak. Ia selalu menantimu pulang, Ka.
Percayalah.”
Sekarang pasti ayah.
“Theresia.
Anak ayah yang pertama. Yang selalu ayah banggakan. Dengarkan ini, nak. Apabila orang-orang benar itu berseru-seru,
maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya. TUHAN itu
dekat dengan orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang
remuk jiwanya. Kemalangan orang benar banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari
semuanya itu; Ia melindungi segala tulangnya, tidak satupun yang patah. TUHAN
membebaskan jiwa hamba-hambaNya, dan semua orang yang berlindung padaNya tidak
akan menanggung hukuman. Selamat ulang tahun, sayang. Ayah selalu
menyayangimu. Pulanglah sayang, ayah menantimu.”
Air mataku menetes lagi. Entah untuk keberapa kalinya. Aku
terisak, aku menangis sesenggukan. Tuhan, aku ingin kembali Tuhan. Aku ingin
kembali padaMu. Aku tidak sanggup tanpa Engkau, Tuhan. Aku kelelahan menangis.
Sampai akhirnya hanya rasa sedih yang keluar. Aku sudah tidak mampu menangis
lagi. Pintu kamarku terbuka, terlihat Lauren menyunggingkan senyum lembutnya.
Ia lalu menghampiriku.
“Aku ingin pulang, Lauren,”
Lauren tersenyum lagi, “Aku akan
mengantarmu. Bereskan dulu barang-barangmu. Aku tunggu di ruang tamu.”
20 menit kemudian aku telah siap.
Untung saja tidak terlalu banyak barang yang aku bawa.
“Ayo, Lauren. Aku sudah siap,”
“Oke, kita berangkat.”
Sepanjang perjalanan aku diam saja.
Aku sudah rindu dengan ayahku. Dengan ibu dan Veronica. Dengan wangi mawar
putih setiap pagi di halaman depan rumah.
Sekitar 3 jam perjalanan dengan
segala macet disana-sini, akhirnya aku sampai ke daerah rumahku. Setengah jam
lagi aku akan sampai.
Dan akhirnya sampai di depan rumah
berwarna merah muda pucat. Aku sudah sampai.
“Kamu langsung masuk saja ya There.
Aku langsung pulang,”
“Loh, kenapa?”
“Tidak apa-apa. Sudah, aku pulang
dulu ya There. Tuhan memberkati,” Lauren memelukku dan masuk lagi ke mobilnya.
Aku buru-buru masuk ke halaman rumah. Namun ada sedikit keraguan dalam hatiku
ketika aku harus membuka pintu rumah ini. Aku takut. Aku takut tidak diterima
lagi.
“Kakaaaaaaaaaaaak!!!” teriakan khas
Veronica. Ia melompat dan memelukku. Aku nyaris terjatuh. Anak ini tidak juga
berubah. “Akhirnya kakak pulang. Ibuuuuu, ayaaaaah, kakak pulang!!”
Hamburan pelukan bertubi-tubi
menghampiriku. Mereka sama sekali tidak terlihat membenciku. Terima kasih,
Tuhan. Tanpa aku duga, mereka merapikan semua barangku. Veronica mengantarku ke
kamarku yang ternyata masih rapi. Tidak berdebu, bersih. Disuruhnya aku
membersihkan diri sebelum makan bersama di ruang makan
“Aku senang kakak kembali. Aku
kangen sama kakak,” Veronica tertawa
sambil menghabiskan makanannya.
“Ibu juga bahagia. Ibu merasa luar
biasa sedih saat kamu pergi There. Ibu bingung, tidak tahu harus berbuat apa.
Aku hanya menyunggingkan senyum.
“Ayah, aku tahu aku tidak pantas
kembali..”
“Kasih sayang Tuhan yang memantaskan
kamu untuk kembali kepadaNya, Theresia. Dia yang begitu besar kasihnya kepada
kita. Tidak pernah mau melukai kita. Itu hanyalah cara Tuhan menunjukkan bahwa
Ia mengasihimu lebih dari apapun. Ia tidak ingin kamu beralih dariNya. Ia ingin
kamu tetap percaya dan bersandar lebih dekat padaNya ketika beban berat
menghimpitmu. Ia ingin mengajarkanmu tentang betapa besar kamu membutuhkanNya.
Theresia, Tuhan tidak pernah menolak jika ada hambaNya yang ingin kembali. Ia
tak hanya member kesempatan kedua, tapi terus hingga kamu benar-benar bersih.
Ia tak pernah lelah memperbaharui imanmu yang runtuh. Ia akan menunjukkan
jalanNya yang indah padamu untuk membangun kembali iman itu. Ia sungguh amat
baik, Theresia. Ia Bapa yang amat baik,”
Aku sadar, aku memang harus
mengalami semua sakit ini. Aku harus mengalami masa dimana aku benar ingin
menjauhi Tuhan. Untuk sebuah tujuan yang indah. Agar aku tahu, betapa
berbedanya hidupku dengan dan tanpa Tuhan. Dan sekarang aku sadar. Kebencian
yang aku bangun untuk keluarga dan Tuhanku waktu itu adalah hal bodoh. Apa
sulitnya tetap berpegang teguh pada Tuhan? Satu-satunya sumber kekuatan dan
pengharapan hidupku. Ketika aku menjauh, malah aku semakin hancur dan tak jelas
mau berbuat apa. Terima kasih,Tuhan. Terima kasih, karena panggilanmu begitu
jelas terdengar. Panggilan yang lembut dan dekat. Aku kembali Tuhan, aku
kembali.
sorry for the awful arrangement of the text. i copied it from ms.word and this is the result. i've tried to fix it but it was useless. i am too lazy to retype it right in the composing section. if anybody can tell me how to quickly fix it, just the hell, tell me. thanks lol
10.04.2011
Faith - 1
Tak kunjung
sampai pemahamanku meraih cara pikir kakak perempuanku ini. Entah apa yang ada
di pikirannya sampai Ia berani menyangkal kepercayaannya sendiri. Ia begitu
menolak kata-kata ayah dan ibu yang sudah berusaha meyakinkannya untuk tetap
berada di jalan yang benar.
Aku dan kakakku tumbuh dengan
pemahaman Kristen. Ayah dan ibu lahir dari keluarga Kristen Protestan yang
taat. Kami sudah mengenal Tuhan sejak kami kecil. Orang tua kami rajin mengantar
kami ke Sekolah Minggu setiap akhir pekan, agar kami dapat lebih dalam mengenal
Tuhan. Sampai akhirnya kami dewasa dan mengaktifkan diri di kegiatan-kegiatan
gerejawi.
Namun, kejadian yang menimpa kakak
setahun belakangan ini sepertinya berhasil meruntuhkan imannya. Bertubi-tubi
rasa sakit dan luka menghampirinya. Dimulai ketika Ia
harus di PHK karena kantor tempat Ia bekerja mengalami kebangkrutan. Diikuti
dengan gugurnya kandungan kakak. Ia amat sangat terpukul dengan hal ini. Dan
terakhir, suami kakak meninggal pada kecelakaan pesawat 2 minggu yang lalu.
“Mana Tuhan?! Dimana Dia saat aku
kini terpuruk?!!,” kakak berteriak penuh emosi. Air matanya jatuh tanpa henti.
“Aku tak mengerti mengapa setelah sekian kejadian yang menimpaku, aku tetap
harus percaya bahwa Dia ada?.”
“Theresia!! Jaga bicaramu itu. Sudah
berapa kali ayah bilang. Tuhan punya rencana yang indah dibalik semua ini. Kamu
harus yakin akan hal itu,” Ayah menahan emosinya yang sedari tadi meluap-luap.
“Rencana indah macam apa yang mau
tuhan itu buat, Yah!?,” bicaranya tersendat oleh isak tangis. “Aku kehilangan
segalanya, Ayah. Untuk apa lagi aku percaya!”
Aku memandang wajah kakak, memerah
dan terlihat ia sangat terluka dengan semua kejadian yang menimpanya. Kudengar
sesekali isak tangisnya yang tak kunjung henti. Sedih memang, tapi aku merasa
kakak terlalu berlebihan.
“Kak..” Aku memberanikan diri untuk
berbicara. Kakak menoleh ke arahku. “Aku mengerti ini suatu pukulan yang keras
buat kakak. Tapi satu hal yang harus kakak tahu, Tuhan tidak akan memberikan
cobaan yang tak mampu kakak hadapi. Ayah benar, Tuhan punya rencana yang luar
biasa indah untuk kakak. Kakak pasti menyangkalnya, karena kakak melihat semua
ini dari sudut pandang kakak. Tapi, Kak, cara Tuhan berbeda dengan cara kita.
Tuhan memandang dari sisi yang berbeda. Yang tak akan mampu dimengerti oleh
manusia. Tak akan terjawab oleh pertanyaan, mengapa?” Aku melihat Ibu
mengangguk sambil merangkul kakak. Berusaha menenangkannya.
“Aku sudah tidak peduli lagi pada
apa yang kalian katakan. Kalian semua penipu! Aku mau keluar dari rumah ini!”
Kami semua terkejut mendengar keputusan kakak. Memang semenjak kakak ditinggal
oleh suaminya, kami mengajak kakak kembali lagi ke rumah keluarga. Mendengar
keinginan kakak yang sembrono itu Ayah marah besar.
“Oh begitu. Jadi kamu mau keluar?!
Silahkan! Keluar kamu dari rumah ini. Cari apa yang kamu mau temukan. Ayah
tidak peduli lagi!” emosi Ayah sudah mencapai puncaknya. Ayah beranjak dari
sofa ruang keluarga, menuju kamarnya. Terdengar bantingan pintu yang keras.
Ayah sudah terlalu sabar menghadapi kakak.
“Baik! There keluar dari rumah malam
ini juga!,” kakak berteriak menghadapkan wajahnya ke lantai atas. Seolah
menjawab makian Ayah tadi.
“There, apa yang kamu katakan, Nak.
Kamu tidak boleh keluar dari rumah ini!” Ibu berusaha menahan kakak. Tapi
tekadnya sudah kuat. Ia bergegas menuju kamarnya dan mengemas baju seadanya. Langsung
menghambur ke luar rumah.
“Sudahlah,Bu. Tidak perlu
berpura-pura sedih aku pergi dari rumah ini. Aku sudah muak melihat sandiwara
ibu selama ini. Aku tahu aku tak pernah berharga kan buat Ibu?!” Kakak
membentak Ibu. Dan hal ini yang membuat emosiku memuncak. Ayah dan Ibu sangat
sayang kepada Kakak. Tapi mengapa kakak begitu mengeraskan hatinya?
“Cukup!” teriakanku menghentikan
tangis ibu sejenak. Kakak cukup kaget. Aku belum pernah berkata dengan nada
setinggi ini. “Aku sudah tidak kuat lagi melihat tingkah kakak yang
semena-mena. Tidak tahu sopan santun. Menuduh kami penipu dan bertingkah seolah
kakak muak terhadap kami. Asal kakak tahu, kami yang muak terhadap tingkah
kakak selama ini. Berkeras hati dan memaki kami setiap hari. Jika kakak benar
ingin keluar, keluar saja sana. Aku tidak sudi punya kakak seperti kamu!”
segera setelah aku menyelesaikan perkataanku, kutarik lengan Ibu, memaksanya
masuk ke dalam rumah. Aku tak terima ayah dan ibuku diperlakukan seperti itu.
Kakak macam apa dia?
Aku menenangkan Ibu dan menyuruhnya
masuk kamar. Aku pun kembali ke kamarku. Berlari ke arah jendela. Aku ingin
tahu apakah kakak benar-benar pergi. Tirai jendela warna hijau lembayung itu ku
singkap sedikit. Kakak sudah memulai langkahnya untuk pergi dari rumah ini.
Kupandangi dia sampai akhirnya tikungan di ujung gang menghalangi sepasang bola
mataku untuk menyaksikan kepergiannya. Tidak terasa, mata dan pipiku basah. Aku
sangat menyayanginya. Theresia, begitu orang-orang rumah ini memanggil namanya.
Aku sungguh menyesal telah ikut mendukung kepergian kakak. Tapi di sisi lain
aku tak kuat kalau harus mendengar argumen Kakak dengan Ayah. Tapi aku yakin,
suatu saat kakak akan kembali dengan hati yang sudah Tuhan lembutkan.
Pagi ini, rumah tenang. Tidak
seperti biasa ketika kakak masih tinggal disini. Aku merasakan kembali
ketenangan yang beberapa hari lalu sempat terenggut. Namun, setelah aku telaah
lebih jauh. Ini bukan ketenangan. Ini kesedihan. Ayah sepertinya sama
menyesalnya dengan aku, atau mungkin Ia jauh lebih menyesal. Ibu masih di
kamar. Kata Ayah, Ia masih tidak sanggup menerima kenyataan kakak pergi dari
rumah. Ia menyesal tidak menahan kakak sekuat tenaganya supaya kakak tidak
pergi. Seisi rumah berlumuran dengan berjuta penyesalan tiada akhir.
Subscribe to:
Posts (Atom)