4.07.2012

The Golden Road - Chapter XII, page 146-148

Kami pergi menjelajah pada bulan Mei itu, mengikuti panggilan angin yang menari-nari menuju sebuah bukit landai di sebelah barat. Bukit ini terletak di bawah bentangan langit musim semi biru pucat, dikelilingi batang-batang pohon pinus dan cemara muda yang tegak mencungkup rongga-rongga dan sudut-sudut kecil tempat sinar matahari masuk dan tak pernah keluar lagi. Sinarnya matahari bersemayam di sana dan memberikan kehangatannya untuk menumbuhkan tanam-tanaman, padahal di tempat lain tunas-tunasnya masih terlelap.
    Di sanalah kami menemukan bunga-bunga mayflower kami, setelah lama mencari-cari. Bunga-bunga mayflower tidak pernah memamerkan diri. Mereka mesti dicari, barulah mereka akan menyerahkan harta berharga mereka kepada si pencari - gerumbulan bunga seputih bintang dan merah muda fajar yang menyimpan roh dan inti seluruh musim semi, dipancarkan lewat keharuman yang terlalus sederhana kalau disebut parfum, karena begitu lembut dan spiritual aromanya.
    Kami berkelana melintasi bukit, saling memanggil, tertawa, bercanda, terpisah satu sama lain dan menikmati tersesat di dalam hutan kecil tanpa jalan setapak itu, lalu kembali saling menemukan tanpa terduga di ceruk-ceruk, celah-celah, dan keheningan bermandikan cahaya matahari, tempat angin mendesir dan bertiup lembut dan berlalu perlahan. Saat matahari mulai tergantung rendah, menebarkan galur-galur cahaya besar seperti kipas sampai ke puncak, kami pun berkumpul di sebuah lembah kecil dan terpencil yang banyak ditumbuhi pakis-pakis hijau muda, di keteduhan bayang-bayang bukit berhutan. Di sana ada sebuah kolam dangkal-airnya hijau berkilauan, dan mungkin peri-peri akan senang menari-nari di pinggirannya, seperti di bukit Argive atau lembah Creta. Kami duduk dan membersihkan bunga-bunga yang kami petik dari tangkai-tangkainya dan daun-daunnya yang telah layu. Kelopak-kelopak bunganya kami jadikan buket-buket untuk mengisi keranjang-keranjang kami dengan keharumannya yang manis. Si Gadis Pendongeng menyisipkan sejumlah bunga berwarna merah jambu indah di ikal-ikal rambutnya yang cokelat, kemudian menceritakan sebuah legenda kuno tentang gadis Indian yang cantik, yang meninggal karena patah hati ketika butir-butir salju pertama mulai turun, karena dia percaya kekasihnya yang telah lama pergi sudah berpaling darinya. Tetapi kekasihnya kembali pada musim semi, setelah lama mendekan sebagai tawanan. Ketika mendengar si gadis telah meninggal, dicarinya makam gadis itu untuk diratapinya. Di sana, di bawah dedaunan mati sisa-sisa tahun lalu, dia menemukan kuncup-kuncup bunga yang manis, yang belum pernah terlihat, dan tahulah dia bahwa itu adalah pesan cinta serta kenang-kenangan dari kekasihnya yang berbola mata hitam.

No comments:

Post a Comment